Jumat, 24 Februari 2012

permasalahan dalam pendidikan

permasalahan dalam pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Pendidikan mempunyai tugas menyipkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap  langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan baru yang sebagiannya sering tidak dapat diramalkan sebelumnya. Sebagai konsekuensi logis, pendidikan selalu dihadapkan pada masalah-masalah baru. Masalah yang dihadapi dunia pendidikan itu demikian  luas. Oleh karena itu, perlu adanya rumusan sebagai masalah-masalah pokok yang dapat dijadikanpegangan oleh pendidik dalam mengemban tugasnya.
Pada makalah ini penulis akan mengkaji tentang permasalahan pokok pendidikan dan saling kaitan antara pokok tersebut, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya dan masalah-masalah aktual beserta cara penanggulangannya.

B.     Latar Belakang Masalah
1.      Apa yang menjadi permasalahan dalam pendidikan ?
2.      Apa jenis permasalahn pokok pendidikan ?
3.      Apa faktor yang mempengaruhi perkembangan masalah pendidikan ?
4.      Bagaimana upaya penanggulangan permasalahan pendidikan ?


C.    Tujuan Makalah
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah akhlak. Selain itu juga diharapkan dapat memberikan ilmu dan pengetahuan tentang akhlak pada remaja dari segi islam bagi para pembaca.



BAB II
PEMBAHASAN

A.   Masalah -Masalah dalam pendidikan
Yang menjadi masalah dalam dunia pendidikan diantaranya adalah :
1.         Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.

2.      Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).
Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

3.      Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).
Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).
4.      Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.
Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.

5.      Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.

6.      Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

7.      Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.

B.   Jenis Permasalahan Pokok dalam Pendidikan
a.         Masalah pemerataan pendidikan
Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan.
b.           Masalah mutu pendidikan
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti yang diharapkan. Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan pendidikan mutu.
c.            Masalah efisiensi pendidikan
Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikan mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika pendayagunaan hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensinya tinggi, jika terjadi sebaliknya, efisiensinya berarti rendah.
d.           Masalah relevansi pendidikan
Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan tujun pendidikan nasional.

C.   Faktor – Faktor  yang  Mempengaruhi  Perkembangan masalah pendidikan
1.      Perkembangan Iptek
Terdapat hubungan yang erat antara pendidikan dengan iptek ( ilmu pengetahuan dan teknologi). Ilmu pengetahuan merupakan hasil eksplorasi secara sistem dan terorganisasi mengenai alam semesta dan teknologi adalah penerapan yang direncanakan dari ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.
Hampir setiap inovasi mengundang masalah, masalahnya ialah bagaimana cara memperkenalkan suatu inivasi agar orang menerimanya.
2.      Laju Pertumbuhan Penduduk
Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka penyediaan sarana dan prasarana pendidikan beserta komponen penunjang terselenggaranya pendidikan harus ditambah, dan itu berarti beban pembangunan nasional menjadi bertambah.
3.      Aspirasi Masyarakat
Dalam dua dasa warsa ini aspirasi masyarakat dalam banyak hal meningkat, khususnya aspirasi terhadap pendidikan hidup yang sehat, aspirasi terhadap pekerjaan kesemuanya ini mempengaruhi peningkatan aspirasi terhadap pendidikan. Gejala yang ditimbulkan adalah banyaknya pelamar yang membanjiri sekolah- sekolah. Arus pelajar menjadi meningkat. Di kota-kota, disamping pendidikan formal mulai bermunculan  beraneka ragam pendidikan nonformal.
Namun bukan berarti aspirasi dalam pendidikan harus diredam, justru kebalikannya harus tetap dibangkitkan, utamanya pada masyarakat yang belum maju dan di daerah terpencil, sebab aspirasi menjadi motor penggerak roda kemajuan.
4.      Keterbelakangan Budaya dan Sarana Kehidupan
Yang menjadi masalah ialah bahwa kelompok masyarakat yang terbelakang kebudayaannya tidak ikut berperan serta dalam pembangunan, sebab mereka kurang memiliki dorongan untuk maju.

D.   Upaya penanggulangan masalah pendidikan
Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk menanggulangi permasalahan dalam pendidikan antara lain sebagai berikut :

1.      Penanggulangan masalah  pemerataan pendidikan
a.       Membangkitkan kemauan belajar masyarakt yang kurang mampu agar menyekolahkananaknya
b.      Sistem guru kunjung
c.       SD kecil pada daerah terpencil
2.      Penanggulangan masalah  mutu pendidikan
a.         Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan
b.      Penyempurnaan kuriulum
c.       Pengembangan sarana dan prasarana
d.      Peningkatan administrasi manajemen khususnya mengenai anggaran
e.       Kegiatan pengendalian mutu yang berupa kegiatan-kegiatan

3.      Penanggulangan masalah  efisiensi pendidikan
Menesuaikan pemrosesan pendidikan dengan rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan
4.      Penanggulangan masalah  relevansi pendidikan
Menyesuaikan hasil pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.

BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN
Yang menjadi masalah dalam dunia pendidikan diantaranya adalah : Rendahnya Kualitas Sarana Fisik, Rendahnya Kualitas Guru,Rendahnya Kesejahteraan Guru,Rendahnya Prestasi Siswa,Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan,Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan,Mahalnya Biaya Pendidikan.
Jenis Permasalahan Pokok dalam Pendidikan ialah Masalah pemerataan pendidikan, Masalah mutu pendidikan, Masalah efisiensi pendidikan, Masalah relevansi pendidikan
Faktor yang mempengaruhi permasalahan pendidikan ialah Perkembangan Iptek , Laju Pertumbuhan Penduduk,Keterbelakangan Budaya dan Sarana Kehidupan,Aspirasi Masyarakat.












DAFTAR PUSTAKA

Tirtarahardja, umar ,la sulo, 2005, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta
Ahmadi, abu, nur uhbiyati, 2001, Ilmu Pendidikan,  Jakarta : Rineka Cipta

emosi

Emosi 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan dan perkembangan emosi, seperti juga pada tingkah laku lainnya, ditentukan oleh proses pematangan dan proses belajar. Seorang bayi yang baru lahir sudah dapat menangis, tetapi ia hampir mencapai tingkat kematangan tertentu sebelum ia dapat tertawa. Kalau anak itu sudah lebih besar, maka ia akan belajar bahwa menangis dan tertawa dapat digunakan untuk maksud-maksud tertentu pada situasi-situasi tertentu. Pada bayi yang baru lahir, satu-satunya emosi yang nyata adalah kegelisahan dan ketidaksenangan dalam bentuk menangis  dan meronta.
Pada umumnya perbuatan kita sehari-hari disertai oleh perasaan- perasaan tertentu, yaitu perasaan senang atau perasaan tidak senang. Perasaan senang atau tidak senang yang selalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari itu disebut Warna Efektif.  Warna efektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah atau samar-samar saja.
Dengan begitu diperlukan pembahasan mengenai pengertian emosi, teori-teori asal mulanya emosi yang dapat mendukung dalam pengkajian tentang konsep emosi itu sendiri dari berbagai sudut pandang para tokoh dan ilmuwan,

B.     Rumusan Masalah
1.                   Apa definisi Emosi ?
2.                   Apa aspek – Aspek Emosi ?
3.                   Bagaimana asal mulanya emosi ?
4.                   Kondisi apa yang mendasari Emosi ?
5.                   Apa macam- macam Emosi ?
6.                   Apa  perubahan - perubahan yang terjadi  pada tubuh saat emosi ?
7.                   Bagaimana tingkatan dalam proses emosi ?
8.                   Bagaimana cara memanagemen Emosi ?


C.      Sasaran dan Tujuan Masalah
Penyusunan makalah ini memiliki beberapa tujuan dan sasaran. Sasaran dari penyusunan makalah ini adalah praktisi pendidikan khususnya bagi praktisi pendidikan luar biasa.
Sedangkan tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain :

1. Mengetahui teori emosi yang dikemukakan oleh James-Lange.
2. Berusaha mengupas dan membuka wawasan mengenai konsep emosi yang
berkaitan dengan pendidikan.
3. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah pengantar psikologi tentang Emosi.

BAB II
PEMBAHASAN


A.   Pengertian Emosi

Untuk memberi batasan tentang pengertian emosi amatlah tidak mudah, sudah satu abad lebih para Filosof, ahli Fisiologi dan Psikolog masih mengalami kesulitan untuk memberikan definisi tentang emosi secara memuaskan.[1]
Beberapa hal yang menjadi kendala antara lain adalah adanya pertentangan teori mengenai faktor apa yang menjadi dasar penyebab timbulnya emosi, apakah keadaan fisiologis, keadaan psikologis atau faktor lainnya. Disamping itu, adanya faktor budaya yang berbeda antar negara juga ikut menimbulkan kesulitan, karena tidak semua negara memiliki perbendaharaan kata “emosi”. Sebagai contoh adalah negara Tahiti, Rakyat Tahiti tidak pernah menggunakan kata emosi, meskipun hal ini tidak berarti bahwa orang Tahiti tidak mempunyai emosi.[2] masih dalam konteks yang sama, sekalipun beberapa negara memiliki perbendaharaan kata “emosi”, diantara negara-negara tersebut kadang-kadang kata ini mencakup pengertian yang tidak sama. Misalnya matsuyama dkk. Yang menganalisis kata emosi dari bahasa jepang menguraikan pengertian emosi dalam beberapa keadaan yang memang dapat dianggap tercakup dalam kata emosi seperti marah dan sedih , namun beberapa keadaan lain yang oleh mereka juga dimasukan dalam pengertian emosi seperti penuh perhatian dan beruntung akan menimbulkan pertanyaaan dan terasa aneh oleh beberapa negara lain, termasuk negara kita.
Meskipun adanya kesulitan dalam membatasi pengertian emosi, Bootsin dkk, 1991 dalam bukunya “ psikoogy Today” mencoba membatasi kata Emosi sebagai  suatu pola respon (perubahan- perubahan fisik, impuls- impuls untuk bertindak, pikiran dan ekspresi) terhadap kejadian yang berkaitan dengan tujuan atau kebutuhan organisme.
Menurut James-Lange emosi itu sendiri merupakan suatu proses yang melibatkan dua aspek penting dalam diri sorang individu, yaitu psikologis dan fisik. Hal ini dapat dilihat dari organ fisik yang bereaksi disertai perasaan seseorang saat mendapatkan stimulus yang kemudian termanifestasi dalam bentuk perilaku tertentu yang disebut sebagai emosi (baik negatif ataupun positif ).
Menurut Woodworth & Marquis Emosi adalah perasaan yang bergejolak, yang seakan-akan menggetarkan dan menggerakan individu, sehingga hal itu tampak dari luar.
Menurut Grover Duffy Emosi adalah bentuk perubahan yang kompleks yang termasuk perubahan fisik,perasaan subjektif, proses kognitif dan semua reaksi perilaku sebagai respon pada situasi yang diterima dengan jelas.


B.   Aspek – Aspek Emosi
 Para Psikologi tanpa memperdulikan dari mana sumber emosi dan bagaimana kualitas emosi, menyimpulkan bahwa semua emosi selalu mengandung 3 aspek,   yaitu       :

1.      Arousal merupakan serangkaian perubahan fisiologis, terutama yang terjadi pada sistem syaraf ketika individu mengalami emosi.

2.      Expression merupakan perilaku yang dihasilkan oleh emosi. Bentuk ekspresi yang umumnya dikenal yaitu :
a.       Reaksi terkejut ( Startle Response )
terdapat pada setiap orang dan diperoleh sejak lahir, sehingga tidak dipengaruhi oleh pengalaman.
Contoh : menutup mata
b.      Ekspresi wajah dan suara ( Facial & Vocal Expression )
 melalui perubahan ini dapat dibedakan emosi orang yang sedang marah, gembira, sedih, gembira dsb.
c.         Sikap dan Gerak Tubuh ( Posture & Gesture )
 sangat dipengaruhi oleh kebudayaan dan pendidikan, dan diperoleh dari hasil belajar
Contoh : orang yang sedang marah dinyatakan dengan memukul meja.

3.      Experience  adalah perasaan subjektif yang yang menyertai emosi. Merupakan presepsi individu dan realisasi terhadap keadaan emosionalnya.

C.   Teori – Teori Asal Mulanya Emosi
1.    Teori James Lange ( Teori Perifer )
William James, mengajukan teori bahwa emosi terjadi sebagai akibat reaksi perilaku individu terhadap suatu stimulus.
            Carl Lange, mengajukan teori yang sangat mirip dengan teori james, hanya titik beratnya terutama diletakkan pada perubahan tekanan darah individu. Oleh karena itu, teori dari kedua ahli itu lebih dikenal sebagai teori James Lange.
Contoh : Orang dihina        menangis          sedih

2.    Teori Canon ( Teeori Central )
                        Walter B. Canon tidak setuju dan mengkritik keras teori James Lange. Menurut Canon, emosi timbul sebagai akibat kesadaran individu terhadap stimulus yang diterimanya.

3.    Teori Emosi berdasarkan Expresi Wajah
            Schachter dan Singer, melakukan penelitian dan hasil dari penelitian ini, mereka menyimpulkan bahwa reksi emosi sepenuhnya tergantung pada kesadaran individu terhadap lingkungan yang telah menstimulasi.

D.   Kondisi yang Mendasari Emosi
·  Perasaan, misalnya perasaan takut
·  Impulsif atau dorongan, misalnya dorongan untuk melarikan diri
·  Persepsi atau pengamatan, tentang apa-apa yang membangkitkan emosi.

E.   Macam – macam Emosi
1.      Takut merupakan emosi darurat yang disebabkan oleh situasi yang membahayakan. Manifestasi takut ini dapat  tampak dari luarnya, misalnya  roman mukanya menjadi pucat, gemetar, keluar keringat dingin.
2.      Terkejut, emosi ini terjadi karena apabila seseorang menghadapi situasi baru dengan tiba- tiba. Misalnya seseorang tiba-tiba mendapatkan kabar bahwa orang tua nya sakit keras.
3.      Marah, emosi ini terjadi karena keinginan seseorang terhalang atau terganggu oleh situasi lain.
4.       Murung, hal ini sebagai variasi emosi marah. Tertawa atau tersenyum tidak tampak ,Kelihatan suram mukanya.
5.      Rasa Lega, emosi ini karena sesuatu yang diinginan dapat tercapai. 
6.      Kecewa, emosi ini terjadi kerena keinginan gagal atau tertunda.
7.      Sedih , emosi ini terjadi karena peristiwa-peristiwa menyedihkan.
8.      Asmara,  emosi ini terjadi karena adanya dorongan nafsu seksual untuk dipenuhi atau dikendalikan.
9.      Benci, emosi ini terjadi karena rasa tidak senang kepada orang lain. Gejalanya muka serem tanda tidak senang.
10.  Gembira, senang, sukaria, tandanya muka berbinar-binar, tersenyum dan tertawa.


F.    Perubahan - perubahan yang Terjadi  pada Tubuh saat Emosi
Perubahan-perubahan yang terjadi  pada tubuh saat emosi .Terutama pada emosi yang kuat, seringkali terjadi juga perubahan-perubahan pada tubuh kita antara lain :
1.Reaksi elektris pada kulit : meningkat bila terpesona
2. Peredaran darah                          :  bertambah cepat bila marah
3. Denyut jantung               :  bertambah cepat bila terkejut.
4. Pernafasan                       :  bernafas panjang kalau kecewa.
5. Pupil mata                       :  membesar bila sakit atau marah.
6. Liur                                  : mengering kalau takut atau tegang.
7. Bulu roma                        : berdiri kalau takut.
8. Pencernaan                      : mencret-mencret kalau tegang.
9. Otot                                 : Ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot menegang atau        bergetar (tremor).
10. Komposisi darah            :Komposisi darah akan ikut berubah dalam keadaan emosional karena kelenjar-kelenjar lebih aktif.

G.   Tingkatan dalam proses emosi
 terdiri dari :
1.      Situasi
2.      Persepsi tentang situasi
3.      Perubahan – perubahan dalam tubuh
4.      Perbuatan yang terlihat, misalnya melarikan diri dari bahaya
5.       Keadaan sadar dari emosi.

H.  Managemen Emosi
Emosi sangat terkait dengan adaptasi psikologi seseorang, sehingga kita harus dapat menata emosi kita dengan sebaik-baiknya. Pengekspresian emosi memerlukan proses belajar sehingga emosi yang muncul terhadap reaksi situasi tertentu dapat dengan jelas dan tepat terekspresi dengan baik. Penataan emosi ini pun setiap individu sangat berbeda, seorang yang terlalu ekspresif dan cepat bereaksi dengan kondisi tertentu tanpa berfikir maka perlu pengembangan kontrol emosi. Naun bagi seseorang yang selalu menahan dan cenderung menekan emosinya perlu pengendoran. Mencoba untuk menyadari setiap perasaan emosi yang dirasakan dan merasa nyaman untuk mengekspresikannya.
Sama halnya pengembangan  fisikpada anak-anak perlu dilatih agar badan sehat dan kuat dalam perkembangannya. Pengembangan afeksi selain belajar dengan sosialisasi dengan orang lain, orang tua perlu mengajarkan ekspressi dan kontrol emosi dengan baik.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Emosi adalah suatu pola respon ( perubahan- perubahan fisik, impuls- impuls untuk bertindak, pikiran dan ekspresi) terhadap kejadian yang berkaitan dengan tujuan atau kebutuhan organisme. Berdasarkan definisi ini, orang yang tidak mempunyai tujuan atau kebutuhan tidak akan mengalami apa yang dinamakan emosi. Kebutuhan yang dimaksud disini merupakan kebutuhan yang paling dasar seperti makan, minum. Dan tempat tinggal, atau kebutuhan sekunder seperti memperoleh kasih sayang. Asal mulanya suatu emosi itu akibat kesadaran individu terhadap stimulus yang diterimanya. Seperti yang di ungkapkan oleh teori Teori Canon ( Teeori Central ) dan Teori Emosi berdasarkan Expresi Wajah.












DAFTAR PUSTAKA

Fudyartama,ki, ,Psikologi Umum 1 dan 2, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Dadang Sulaeman, 1995, Psikologi Remaja “Dimensi-Dimensi Perkembangan, Bandung: Mandar Maju, , hlm.51
Rumini, Sri dkk ,1998, Psikologi Umum fakultas ilmu pendidikan institut keguruan dan ilmu pendidikan yogyakarta
Susilaningsih, dkk, 2006, Pokja Psikologi umum,
Sobur, Alex, Drs.  2010 , Psikologi Umum. Bandung : CV Pustaka Setia



[1] Roediger IIIdkk, 1984
[2] Very dalam Matsumoto, 1996